Monday, October 3, 2016

2. PERKEMBANGAN BANYUWANGI DAN TEKNOLOGINYA

TUGAS  : ISD 1
DOSEN  : RAMITA HAPSARI
NAMA  : WAHYUDI SUSETYO
NPM      :1B115170

Kabupaten Banyuwangi  adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa TimurIndonesia. Ibu kotanya adalah Banyuwangi. Kabupaten ini terletak di ujung paling timur pulau Jawa, di kawasan Tapal Kuda, dan berbatasan dengan Kabupaten Situbondo di utara, Selat Bali di timur, Samudra Hindia di selatan serta Kabupaten Jember dan Kabupaten Bondowoso di barat. Kabupaten Banyuwangi merupakan kabupaten terluas di Jawa Timur sekaligus menjadi yang terluas di Pulau Jawa, dengan luas wilayahnya yang mencapai 5.782,50 km2, atau lebih luas dari Pulau Bali (5.636,66 km2). Di pesisir Kabupaten Banyuwangi, terdapat Pelabuhan Ketapang, yang merupakan perhubungan utama antara pulau Jawa dengan pulau Bali (Pelabuhan Gilimanuk).
Kabupaten Banyuwangi selain menjadi perlintasan dari Jawa ke Bali, juga merupakan daerah pertemuan berbagai jenis kebudayaan dari berbagai wilayah. Budaya masyarakat Banyuwangi diwarnai oleh budaya JawaBaliMaduraMelayu, Eropa, Tionghoa dan budaya lokal yang saling isi mengisi dan akhirnya menjadi tipikal yang tidak ditemui di wilayah manapun di pulau Jawa.
Penduduk Banyuwangi cukup beragam. Mayoritas adalah Suku Osing, namun terdapat Suku Madura (kecamatan Muncar, Wongsorejo, Kalipuro, Glenmore dan Kalibaru) dan suku Jawa yang cukup signifikan, serta terdapat minoritas suku Bali, dan suku Bugis. Suku Bali banyak mendiami desa di kecamatan Rogojampi, bahkan di desa Patoman, Kecamatan Rogojampi seperti miniatur desa Bali di pulau Jawa. Suku Osing merupakan penduduk asli kabupaten Banyuwangi dan bisa dianggap sebagai sebuah sub-suku dari suku Jawa. Mereka menggunakan Bahasa Osing, yang dikenal sebagai salah satu ragam tertua bahasa Jawa. Suku Osing mendiami di Kecamatan Glagah, Licin, Songgon, Kabat, Giri, Kota serta sebagian kecil di kecamatan lain.

Perkembangan Teknologi Banyuwangi
Abdullah Azwar Anas sangat percaya bahwa teknologi adalah gerbang kemajuan. Bupati Banyuwangi ini kemudian mencanangkan konsep digital society. Sebanyak 1.500 titik WiFi disebar di hampir seluruh penjuru Banyuwangi. Tujuannya, agar masyarakat bisa mengakses informasi dan ilmu pengetahuan, serta meningkatkan kualitas pelayanan terhadap warganya. Tidak sia-sia, konsep yang dijalankan sejak kepemimpinannya di 2010 ini menampakkan hasil. Jika biasanya wilayah yang terletak di perbatasan antar pulau dicirikan tertinggal dan diabaikan, tidak demikian dengan wajah Banyuwangi kini. Bupati muda ini berhasil mengubah wajah Banyuwangi.
Smart Kampung

Alih-alih menyebut smart city, Anas, demikian sapaan akrabnya, lebih suka menyebutnya smart kampung. Konsep yang dirintisnya ini perlahan mendidik warga dan jajaran pemerintahannya melek TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi). Secara bersamaan, Anas juga menggiatkan konsep digital society.

“Bagi Banyuwangi, konsep digital society adalah kebutuhan. Dengan jarak yang jauh antar desa dan kecamatan, untuk meningkatkan pelayanan kendaraannya harus IT,” kata ayah dari satu orang putra ini.

Dia tak serta merta menerapkan konsep smart city di wilayah yang dipimpinnya. Dikatakannya, setiap daerah punya punya tantangan dan peluang berbeda. Konsep smart city yang diusung suatu kota, belum tentu cocok diterapkan di kota lain.

“Kegagalan suatu daerah adalah ketika dia mengkloning di daerah lain yang tidak sesuai dengan peluang dan basis yang ada di daerahnya,” Anas mengingatkan.

Itu juga salah satu alasannya lebih suka menyebut konsepnya sebagai smart kampung dan digital society. Dikatakannya, smart kampung dengan digital society adalah kombinasi yang bisa menggerakkan masyarakat melek IT.

“Konsep smart city mungkin cocok. Tapi saya fokus bagaimana smart city ini lebih fokus ke masyarakatnya. Makanya saya lebih suka menyebutnya digital society. Karena rakyat harus bisa menikmati dan terlibat. Mereka ikut belajar dan mendapatkan manfaatnya,” ujarnya.

Warga dan Pemkab Melek IT

Sejak mulai diterapkan pada awal kepemimpinannya, Anas mengaku perkembangan konsep yang digagasnya di luar ekspektasi. Dikatakannya, pemanfaatan IT oleh warga dan instansi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi cukup merata dan mereka mau terus belajar.

“Kami melihat bagaimana anak-anak menggunakan WiFi secara lebih terarah, jajaran Pemkab memanfaatkan IT untuk pelayanan publik. Misalnya di Kelurahan, bagaimana mereka bisa mengeluarkan surat keterangan kelakuan baik secara online. Memangkas birokrasi, tak perlu jauh-jauh datang. Jadi itu akan lebih efisien,” ujarnya.

Anas sempat kewalahan memenuhi permintaan pemasangan titik-titik WiFi di Banyuwangi. Namun demikian, dia patut gembira karena artinya antusiasme terhadap akses informasi melalui konektivitas WiFi begitu tinggi.

“Kami pasang titik-titik WiFi dan Telkom kan memantau ini. Banyak yang memasang WiFi hanya hiasan. Di daerah kami benar-benar dipakai. Yang menarik, tahun 2013 Banyuwangi juara 1 digital society dari pemakai titik WiFi satuan terbesar di Indonesia,” kata suami dari Ipuk Fiestiandani berbangga hati.

Berdasarkan data Telkom, saat ini sudah ada 1.500 titik WiFi di Banyuwangi, tersebar mulai dari jajaran pemerintahan, rumah sakit, puskesmas, taman umum, sampai mesjid dan gereja.

Pada triwulan pertama 2015, jumlah rata-rata pengakses WiFi Telkom per bulan di Banyuwangi meningkat 132% dibandingkan tahun lalu. Di 2014, rata-rata pengakses WiFi 290.682 per bulan. Triwulan pertama 2015, jumlahnya naik jadi 384.283.

Meski demikian, Anas tak memungkiri bahwa kemajuan di bidang IT akan disertai juga dengan berbagai tantangannya. Salah satunya adalah penyalahgunaan IT. Dengan jaringan yang begitu banyak di Banyuwangi, penyalahgunaan ini bisa menjadi masalah berat.

“Maka literasi IT itu sangat perlu. Bagaimana jalan mencari data. Pendidikan bagi warga terutama anak-anak mengakses internet sehat itu penting. Di satu sisi kita tidak bisa memblokir anak-anak menjadi tidak kenal internet. Maka pilihannya adalah mengenalkan internet yang sehat sejak awal,” sebutnya.

Bersiap Jadi Kampung Broadband

Sebagai sosok visioner, Anas melihat bahwa ke depannya, digital kreatif akan menjadi alternatif para generasi muda menghasilkan karya. Untuk mengantisipasi hal itu, Banyuwangi sedang bersiap menggelar fiber optik. Berdasarkan PP No.96 tahun 2014, Banyuwangi masuk dalam 5 Kabupaten di Indonesia yang menjadi percontohan broadband nasional.

Anas meyakini masa depan masyarakat ditentukan oleh teknologi informasi dan pengembangan broadband. Tak heran, Anas dan jajarannya serius menggarap TIK dalam program pembangunan daerahnya. TIK bahkan masuk dalam lima besar pembangunan infrastruktur yang penting setelah jembatan, jalan, pelabuhan dan bandara.

"Pertumbuhan 10% infrastruktur broadband, akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi sebesar 0,8 persen. Manfaatnya luas untuk meningkatkan kehidupan masyarakat," katanya.

Di bawah kepemimpinannya, terdapat lima prioritas pembangunan TIK dalam desain besar yang disebutnya smart kampung, yakni meliputi e-pemerintahan, e-kesehatan, e-pendidikan, e-logistik, dan e-pengadaan.

Sebagai pemenang Indonesia Digital Society Award 2014, Anas dan warganya membuktikan Banyuwangi bisa menerapkan TIK untuk menunjang pelayanan publik, baik untuk kesehatan, pendidikan, ekonomi, administrasi kependudukan dan yang paling terkenal tentu saja kesuksesan mereka mempromosikan pariwisata.


Seharusnya kota-kota lain bisa mencotoh seperti banyuwangi bisa melek dengan telnologi untuk memajukan pendapatan masyarakatnya dan meningkatkan perkembangan infrastuktur daerahnya dan harus mengurangi dampak negatif dari teknologi itu sendiri.

Sumber :

https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Banyuwangi

1. PERKEMBANGAN DAERAH PURWOREJO

TUGAS  : ISD 1
DOSEN  : RAMITA HAPSARI
NAMA  : WAHYUDI SUSETYO
NPM      :1B115170

                Saya lahir di jakarta tepatnya di pondok kopi, ibu saya asalnya dari karawang dan bapak saya dari purworejo, di sini saya akan membahas perkembangan daerah purworejo yaitu daerah asal bapak saya. purworejo merupakan daerah yang tidak terlalu besar tapi banyak sekali tempat yang bisa dikunjungi di sana, Saya pertama kali ke purworejo saat sd waktu saya kesana masih jarang sekali rumah dan itu berada sangat dekat dari gunung dan sawah, tempat tinggal kakek dan nenek saya di pinggir jalan, walaupun di sana jarang sekali rumah di sana warganya saling bersosialisai walaupun jarak antar rumah lumayan jauh, di sana udaranya sangat dingin karena berada sangat dekat dengan gunung dan masih banyak sekali kunang-kunang yang di mana mitosnya menandakan daerah situ udaranya masih bersih dan belum tercemar, bila ke sana menggunakan kereta tidak bisa langsung ke purworejonya hanya sampai di kutoatjo dan di sambung dengan kereta ke purworejo, kalo malem di sana sangat sepi karena jarang ada warga yang keluar paling hanya untuk solat berjamaah, di sana tradisinya masih cukup kental seperti Jolenan, Jolenan merupakan pesta rakyat sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan YME yang telah melimpahkan hasil pertanian yang melimpah, penduduk disana rata-rata sebagai petani, nelayan dan berkebun, banyak dari anak muda di sana yang bermigrasi ke kota-kota lain untuk mencari pekerjaan maupun kuliah.
            Dan pada saat SMP saya ke sana mulai banyak rumah walaupun tidak banyak dan jalan di depan rumah menjadi jalan alternatif menuju yogyakarta tempat tinggal kakek dan nenek saya sangat dekat untuk ke yogyakarta hanya membutuhkan 1 jam menggunakan mobil, dan di daerah tempat tinggal saya mulai tersedia sinyal untuk handphone walaupun hanya beberapa operator yang bisa dapet di sana, tv juga sangat susah di sana hanya bisa dapet beberapa chanel saja karena sangat dekat dengan gunung, jarang juga pemancar atau tower dan lumayan jauh dari pusat daerah purworejo .
            Pada saat saya SMK kembali ke purworejo mulai bagusnya jalan-jalan di sana tapi sayangnya kendaraan umum di sana masih sama cuma sampe sekitar jam 6 sore, mulai banyaknya kendaraan seperti motor yang membuat kendaraan seperti angkutan umum mulai berkurang dan mulai adanya taksi, di tempat tinggal kakek dan nenek saya juga mulai tidak pernah kelihatan kunang-kunang yang menandakan mitosnya sudah tercemarnya daerah tempat tinggal kakek dan nenek saya, mulai bertambahnya rumah di sana, sinyal di sana masih sangat susah bila tidak memakai operator ternama seperti Telkomsel, di sana juga masih susah sekali untuk tv bila tidak memakai parabola sangat sulit sekali mendapatkan chanel, di saat malem mulai banyaknya kendaraan yang lewat karena semakin banyaknya masyarakat yang mempunyai kendaraan pribadi.

            Pada saat kuliah saya kembali ke purworejo keadaan budaya di sana masih ada seperti Jolenan, takbiran keliling dan yang lain, budaya di sana masih terus di lestarikan. rata-rata pekerjaan disana masih sama banyak yang berkebun, bertani dan nelayan. Sinyal di sana masih sangat sulit apalagi menggunakan internet di sana masih sangat susah dan tv juga susah bila menggunakan antena biasa. Sekian perkembangan yang bisa saya ceritain di daerah purworejo terutama di daerah tempat tinggal kakek dan nenek saya.