A. PANCASILA
SEBAGAI DASAR NEGARA
Pancasila sebagai falsfah negara (philosohische
gronslag) dari negara, ideology negara, dan statside. Dalam hal ini Pancasila
digunakan sebagai dasar mengatur pemerintahan atau penyenggaraan negara. Hal
ini sesuai dengan bunyi pembukaan UUD 1945, yang dengan jelas menyatakan
“……..maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
udang-undang dasar negara Indonesia yang terbentuk dalam suat susunan negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada…..”
Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara Indonesia mempunyai beberapa
fungsi pokok, yaitu:
1. Pancasila dasar negara sesuai dengan pembukaan UUD
1945 dan yang pada hakikatnya adalah sebagai sumber dari segala sumber hukum
atau sumber tertib hukum. Hal ini tentang tertuang dalam ketetapan MRP No.
XX/MPRS/1966 dan ketetapan MPR No. V/MP/1973 serta ketetapan No. IX/MPR/1978.
merupakan pengertian yuridis ketatanegaraan
2. Pancasila sebagai pengatur hidup kemasyarakatan pada
umumnya (merupakan pengertian Pancasila yang bersifat sosiologis).
3. Pancasila sebagai pengatur tingkah laku pribadi dan
cara-cara dalam mencari kebenaran (merupakan pengertian Pancasila yang bersifat
etis dan filosofis)
B. PANCASILA
SEBAGAI DASAR FILSAFAT NEGARA
Sebagai filsafat dan pandangan hidup bangsa Indonesia,
Pancasila telah menjadi obyek aneka kajian filsafat. Antara lain terkenallah
temuan Notonagoro dalam kajian filsafat hukum, bahwa Pancasila adalah sumber
dari segala sumber hukum di Indonesia. Sekalipun nyata bobot dan latar belakang
yang bersifat politis, Pancasila telah dinyatakan dalam GBHN 1983 sebagai
“satu-satunya azas” dalam hidup bermasyarakat dan bernegara. Tercatat ada pula
sejumlah naskah tentang Pancasila dalam perspektif suatu agama karena selain
unsur-unsur lokal (”milik dan ciri khas bangsa Indonesia”) diakui adanya unsur
universal yang biasanya diklim ada dalam setiap agama. Namun rasanya lebih
tepat untuk melihat Pancasila sebagai obyek kajian filsafat politik, yang
berbicara mengenai kehidupan bersama manusia menurut pertimbangan epistemologis
yang bertolak dari urut-urutan pemahaman (”ordo cognoscendi”), dan bukan
bertolak dari urut-urutan logis (”ordo essendi”) yang menempatkan Allah sebagai
prioritas utama.
Pancasila sebagai falsafah kategori pertama adalah
perwujudan bentuk bangunan yang diangan-angankan dalam penggambaran di atas
kertas, dan Pancasila sebagai falsafah. Kategori yang kedua adalah adanya
lokasi serta tingkat ketersediaan bahan-bahan untuk merealisasikan bangunan
yang dicita-citakan. Pancasila sebagai falsafah yang dimaksudkan adalah tiap
sila di dalamnya yang oleh karena perkembangan sejarah masih tetap berfungsi
sebagai landasan ideologis, maupun nilai-nilai filsafat yang dapat kita
masukkan kedalamnya adalah sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan sila Persatuan
Indonesia.
Pancasila tidak dapat diragukan lagi dalam naskah
Pembukaan UUD 1945 dan dalam kata “Bhinneka Tunggal Ika” dalam lambang negara
Republik Indonesia. Dalam naskah Pembukaan UUD 1945 itu, Pancasila menjadi
“defining characteristics” = pernyataan jati diri bangsa = cita-cita atau
tantangan yang ingin diwujudkan = hakekat berdalam dari bangsa Indonesia. Dalam
jati diri ada unsur kepribadian, unsur keunikan dan unsur identitas diri.
Sesungguhnya dalam kata “Bhinneka Tunggal Ika”
terdapat isyarat utama untuk mendapatkan informasi tentang arti Pancasila, dan
kunci bagi kegiatan merumuskan muatan filsafat yang terdapat dalam Pancasila.
Dalam konteks itu dapatlah diidentifikasikan mana yang bernilai universifal dan
mana yang bersifat lokal = ciri khas bangsa Indonesia. Secara harafiah
“Bhinneka Tunggal Ika” identik dengan “E Pluribus Umum” pada lambang negara
Amerika Serikat. Demikian pula dokumen Pembukaan UUD 1945 memiliki bobot sama
dengan “Declaration of Independence” negara tersebut. Suatu kajian atas
Pancasila dalam kacamata filsafat tentang manusia menurut aliran
eksistensialisme disumbangkan oleh N Driyarkara. Menurut Driyarkara, keberadaan
manusia senantiasa bersifat ada-bersama manusia lain. Oleh karena itu rumusan
filsafat dari Pancasila adalah sebagai berikut:
Aku manusia mengakui bahwa adaku itu merupakan
ada-bersama-dalam-ikatan-cintakasih (”liebendes Miteinadersein”) dengan
sesamaku. Perwudjudan sikap cintakasih dengan sesama
manusia itu disebut “Perikemanusiaan yang adil dan beradab”.
Perikemanusiaan itu harus kujalankan dalam
bersama-sama menciptakan, memiliki dan menggunakan barang-barang yang berguna
sebagai syarat-syarat, alat-alat dan perlengkapan hidup. Penjelmaan dari perikemanusiaan ini disebut “keadilan
sosial”.
Perikemanusiaan itu harus kulakukan juga dalam
memasyarakat. Memasyarakat berarti mengadakan kesatuan karya dan agar kesatuan
karya itu betul-betul merupakan pelaksanaan dari perikemanusiaan, setiap
anggota harus dihormati dan diterima sebagai pribadi yang sama haknya. Itulah demokrasi = “kerakyatan yang dipimpin …”.
Perikemanusiaan itu harus juga kulakukan dalam
hubunganku dengan sesamaku yang oleh perjalanan sejarah, keadaan tempat,
keturunan, kebudayaan dan adat istiadat, telah menjadikan aku manusia konkrit
dalam perasaan, semangat dan cara berfikir.Itulah
sila kebangsaan atau “persatuan Indonesia”.
Selanjutnya aku meyakini bahwa adaku itu ada-bersama,
ada-terhubung, serba-tersokong, serba tergantung. Adaku tidak sempurna, tidak
atas kekuatanku sendiri. Adaku bukan sumber dari adaku. Yang menjadi sumber
adaku hanyalah Ada-Yang-Mutlak, Sang Maha Ada, Pribadi (Dhat) yang
mahasempurna, Tuhan yang Maha Esa.Itulah dasar bagi sila
pertama: “Ketuhanan yang Maha Esa”.
C. NILAI
LUHUR BANGSA
Dalam menjalankan kehidupan berbangsa diperlukan
adanya pelaksanaan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila, agar
nilai norma dan sikap yang dijabarkan benar-benar menjadi bagian yang utuh dan
dapat menyatu dengan kepribadian setiap manusia Indonesia, sehingga dapat
mengatur dan memberi arah kepada tingkah laku dan tidak tanduk manusia itu
sendiri.
Pancasila dibahas, dirumuskan dan disepakati sebagai
dasar dan tujuan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Setiap
gerak, arah dan cara kita juga harus senantiasa dijiwai oleh Pancasila.
Pancasila yang bulat dan utuh akan memberikan kita keyakinan kepada rakyat dan
bangsa Indonesia bahwa kebahagiaan hidup akan tercapai apabila didasarkan atas
keserasian dan keselarasan serta keseimbangan. Baik dalam hubungan
manusia dengan Tuhan, manusia dengan masyarakat, manusia dengan alam maupun
dalam mengejar kemajuan lahiriah dan batiniah.Bangsa kita tidak akan bisa maju
jika kita sendiri belum bisa memahami dan dapat memecahkan watak dan moral
manusia Indonesia sekarang ini, antara lain:
1. Hipokrit; senang berpura-pura, lain dimuka, lain
dibelakang. Serta menyembunyikan yang dikehendaki karena takut ganjaran
yang merugikan dirinya.
2. Segan dan enggan bertanggung jawab atas perbuatan,
atau sering memindahkan tanggung jawab tentang suatu kesalahan dan kegagalan
kepada orang lain.
3. Berjiwa feodalis senang memperhamba pihak yang lemah,
senang dipuji, dan tidak suka dikritik.
4. Mempunyai watak yang lemah serta kuat mempertahankan
keyakinannya.
5. Kurang sabar, dengki, cemburu.
6. Melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme
Karena itu perlu didorong dan dituntun oleh pandangan
hidup yang luhur sedini mungkin, sebab tantangan dimasa depan akan semakin
sulit dan semakin berat yang menuntut kita untuk meningkatkan sumber daya
manusia tanpa meninggalkan nilai luhur-luhur dari ideologi bangsa kita yaitu
PANCASILA.
Pancasila sebagai moral bangsa sangat dibutuhkan, sebab Pancasila mempunyai fungsi meliputi:
Pancasila sebagai moral bangsa sangat dibutuhkan, sebab Pancasila mempunyai fungsi meliputi:
1. Keharmonisan hubungan sosial, karena moral memberikan
landasan kepercayaan kepada sesama, percaya atas itikad baik setiap kebaikan
orang.
2. Menjamin landasan kesabaran untuk dapat bertahan
terhadap naluri dan keinginan nafsu memberi daya tahan dalam menunda dorongan
rendah yang mengancam harkat dan martabat.
3. Menjamin kebahagiaaan rohani dan jasmani.
4. Memberikan motivasi dalam setiap sikap dan tidakan
manusia untuk berbuat kebaikan dan kebajikan yang berlandaskan moral.
5. Memberikan wawasan masa depan, baik konsekuensi maupun
sangsi sosial terutama yang berkaitan dengan tanggung jawab terhadap Tuhan
dalam kehidupan akhirat.
Pengamalan semua sila Pancasila secara serasi dan
sebagai kesatuan yang utuh, yaitu:
1. Pengamalan sila Ketuhanan Yang Maha Esa, yang antara
lain mencakup tanggung jawab bersama dari semua golongan beragama dan
kepercayaan terhadap Tuhan YME dan meletakkan landasan spritual, moral dan
etika yang kukuh bagi moral bangsa.
2. Pengamalan sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab,
yaitu mencakup peningkatan martabat serta hak dan kewajiban asasi manusia,
penghapusan penjajahan, kesengsaraan dan ketidak adilan dari muka bumi.
3. Pengamalan sila Persatuan Indonesia, mencakup
pembinaan bangsa di kehidupan manusia, masyarakat, bangsa dan negara.
Sehingga rasa kesetiakawanan semakin kuat dalam rangka memperkukuh persatuan
dan kesatuan bangsa.
4. Pengamalan sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat
Kebijaksaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan, yaitu mencakup upaya makin
menumbuhkan dan mengembangkan sistem politik demokrasi yang makin mampu
memelihara stabilitas nasional yang dinamis.
5. Pengamalan sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat
Indonesia, yaitu mencakut upaya mengembangkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi
yang dikaitkan dengan pemerataan pembangunan menuju terciptanya kemakmuran yang
berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kita sebagai bangsa Indonesia, hendaknya dapat
menjalankan nilai-nilai dalam Pancasila secara seutuhnya. Jika kita sudah
menjalankannya, mungkin tidak akan ada lagi pertikaian antar sesama, seperti
yang kita lihat akhir-akhir ini.
D. KEPRIBADIAN BANGSA
Sebagai bangsa Indonesia, kita berkeyakinan bahwa
pancasila yang kini menjadi dasar Negara, adalah falsafah Negara, pandangan
hidup dan sebagai jiwa bangsa.
Pancasila yang menjadi dasar Negara sebagai mana tercantum dalam pembukaan UUD 1945.Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila dapat dijadikan dasar dalam motivasi dalam sikap, tingkah laku dan perbuatan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, untuk mencapai tujuan nasional, yaitu memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan berbangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Pancasila sebagai pedoman dan pegangan dalam pembangunan bangsa dan Negara agar dapat berdiri dengan kokoh. Selain itu, pancasila sabagai identitas diri bangsa akan terus melekat pada di jiwa bangsa Indonesia. Pancasila bukan hanya di gali dari masa lampau atau di jadikan kepribadian bangsa waktu itu, tetatapi juga diidealkan sebagai kepribadian bangsa sepanjang masa.
Pancasila yang menjadi dasar Negara sebagai mana tercantum dalam pembukaan UUD 1945.Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila dapat dijadikan dasar dalam motivasi dalam sikap, tingkah laku dan perbuatan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, untuk mencapai tujuan nasional, yaitu memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan berbangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Pancasila sebagai pedoman dan pegangan dalam pembangunan bangsa dan Negara agar dapat berdiri dengan kokoh. Selain itu, pancasila sabagai identitas diri bangsa akan terus melekat pada di jiwa bangsa Indonesia. Pancasila bukan hanya di gali dari masa lampau atau di jadikan kepribadian bangsa waktu itu, tetatapi juga diidealkan sebagai kepribadian bangsa sepanjang masa.
E. SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
Upaya mewujudkan Pancasila sebagai sumber nilai adalah
dijadikannya nilai nilai dasar menjadi sumber bagi penyusunan norma hukum di
Indonesia. Operasionalisasi dari nilai dasar pancasila itu adalah dijadikannya pancasila
sebagai norma dasar bagi penyusunan norma hukum di Indonesia. Negara Indonesia
memiliki hukum nasional yang merupakan satu kesatuan sistem hukum. Sistem hukum
Indonesia itu bersumber dan berdasar pada pancasila sebagai norma dasar
bernegara. Pancasila berkedudukan sebagai grundnorm (norma dasar) atau
staatfundamentalnorm (norma fondamental negara) dalam jenjang norma hukum di
Indonesia.
Nilai-nilai pancasila selanjutnya dijabarkan dalam berbagai peraturan perundangam yang ada. Perundang-undangan, ketetapan, keputusan, kebijaksanaan pemerintah, program-program pembangunan, dan peraturan-peraturan lain pada hakikatnya merupakan nilai instrumental sebagai penjabaran dari nilai-nilai dasar pancasila.
Sistem hukum di Indonesia membentuk tata urutan peraturan perundang-undangan.
Tata urutan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam ketetapan MPR
No. III/MPR/2000 tentang sumber hukum dan tata urutan perundang-undangan. Dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang pembentukan Peraturan
perundang-undangan juga menyebutkan adanya jenis dan hierarki peraturan
perundang-undangan. Pasal 2 Undang-undang No. 10 Tahun 2004 menyatakan bahwa Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum negara. Hal ini sesuai dengan kedudukannya sebagai dasar (filosofis) negara sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945 Alinea IV.
Nilai-nilai pancasila selanjutnya dijabarkan dalam berbagai peraturan perundangam yang ada. Perundang-undangan, ketetapan, keputusan, kebijaksanaan pemerintah, program-program pembangunan, dan peraturan-peraturan lain pada hakikatnya merupakan nilai instrumental sebagai penjabaran dari nilai-nilai dasar pancasila.
Sistem hukum di Indonesia membentuk tata urutan peraturan perundang-undangan.
Tata urutan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam ketetapan MPR
No. III/MPR/2000 tentang sumber hukum dan tata urutan perundang-undangan. Dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang pembentukan Peraturan
perundang-undangan juga menyebutkan adanya jenis dan hierarki peraturan
perundang-undangan. Pasal 2 Undang-undang No. 10 Tahun 2004 menyatakan bahwa Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum negara. Hal ini sesuai dengan kedudukannya sebagai dasar (filosofis) negara sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945 Alinea IV.
F. IDEOLOGI NEGARA
Sebagai suatu ideologi bangsa dan negara Indonesia
maka Pancasila pada hakekatnya bukan hanya merupakan suatu hasil perenungan
atau pemikiran seseorang atau kelompok orang sebagaimana ideologi-ideologi lain
di dunia, namun Pancasila diangkat dari nilai-nilai adat istiadat, nilai-nilai
kebudayaan serta nilai religius yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat
Indonesia sebelum membentuk negara, dengan lain perkataan unsur-unsur yang
merupakan materi (bahan) Pancasila tidak lain diangkat dari pandangan hidup
Masyrakat sendiri, sehingga bangsa ini merupakan kuasa materialis (asal bahan)
Pancasila. Unsur- unsur Pancasila tersebut kemudian diangkat dan dirumuskan
okeh para pendiri negara, sehingga Pancasila berkedudukan sebagai dasar negara
dan ideologi bangsa negara Indonesia. Dengan demikian Pancasila sebagai
ideologi bangsa dan negara Indonesia berakar pada pandangan hidup dan budaya
bangsa dan bukannya mengangkat atau mengambil ideology dari bangsa lain. Selain
itu Pancasila juga bukan hanya merupakan ide-ide atau perenungan dari seseorang
saja yang hanya memperjuangkan suatu kelompok atau golongan tertentu, melainkan
Pancasila berasal dari nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa sehingga Pancasila
pada hake katnya untuk seluruh lapisan serta unsur-unsur bangsa secara
komperensif. Oleh karena ciri khas Pancasila itu maka memiliki kesesuaian
dengan bangsa Indonesia.
G. PERTUMBUHAN BUDAYA MANUSIA DAN BANGSA
INDONESIA
Keberagaman menjamin kehormatan antarmanusia di atas
perbedaan, dari seluruh prinsip ilmu pengetahuan yang berkembang di dunia, baik
ilmu ekonomi, politik, hukum, dan sosial. Hak asasi manusia memperoleh tempat
terhormat di dunia, hak memperoleh kehidupan, kebebasan dan kebahagiaan yang
dirumuskan oleh MPR, dan ketika amandemen UUD `45, pasal 28, ditambah menjadi
10 ayat dengan memasukkan substansi hak pencapaian tujuan di dalam pembukaan
UUD `45. Pancasila yang digali dan dirumuskan para pendiri bangsa ini adalah
sebuah rasionalitas yang telah teruji. Pancasila adalah rasionalitas kita
sebagai sebuah bangsa yang majemuk, yang multi agama, multi bahasa, multi
budaya, dan multi ras yang bernama Indonesia.
Dalam sila Persatuan Indonesia terkandung nilai bahwa
negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manuasia monodualis yaitu sebagai
makhluk individu dan makhluk sosial. Negara adalah suatu persekutuan hidup
bersama diantara elemen-elemen yang membentuk negara yang berupa, suku, ras,
kelompok, golongan maupun kelompok agama. Oleh karena perbedaan merupakan
bawaan kodrat manusia dan juga merupakan ciri khas elemen-elemen yang membentuk
negara. Konsekuensinya negara adalah beranekaragam tetapi satu, mengikatkan
diri dalam suatu persatuan yang diliukiskan dalam Bhineka Tunggal Ika.
Perbedaan bukan untuk diruncingkan menjadi konflik dan permusuhan melainkan
diarahkan pada suatu sintesa yang saling menguntungkan yaitu persatuan dalam
kehidupan bersama untuk mewujudkan tujuan bersama.
Negara mengatasi segala paham golongan, etnis, suku,
ras, indvidu, maupun golongan agama. Mengatasi dalam arti memberikan wahana
atas tercapainya harkat dan martabat seluruh warganya. Negara memberikan
kebebasan atas individu, golongan, suku, ras, maupun golongan agama untuk
merealisasikan seluruh potensinya dalam kehidupan bersama yang bersifat
integral. Oleh karena itu tujuan negara dirumuskan untuk melindungi segenap
warganya dan seluruh tumpah darahnya, memajukan kesejahteraan umum
(kesejahteraan seluruh warganya) mencerdaskan kehidupan warganya serta dalam
kaitannya dengan pergaulan dengan bangsa-bangsa lain di dunia untuk mewujudkan
suatu ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Kebinekaan yang kita miliki harus dijaga sebaik
mungkin. Kebhinekaan yang kita inginkan adalah kebhinekaan yang bermartabat,
yang berdiri tegak di atas moral dan etika bangsa kita sesuai dengan keragaman
budaya kita sendiri. Untuk menjaga kebhinekaan yang bermartabat itulah, maka
berbagai hal yang mengancam kebhinekaan harus ditolak, pada saat yang sama
segala sesuatu yang mengancam moral kebhinekaan harus diberantas. Karena
kebhinekaan yang bermatabat di atas moral bangsa yang kuat pastilah menjunjung
eksistensi dan martabat manusia berbeda.
No comments:
Post a Comment