Dari Wikipedia bahasa
Indonesia, ensiklopedia bebas
Komisi Nasional Anti
Kekerasan Terhadap Perempuan atau Komisi Nasional (Komnas)
Perempuan adalah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk sebagai mekanisme
nasional untuk menghapuskan kekerasan terhadap perempuan. Komisi nasional ini
didirikan tanggal 15 Oktober 1998 berdasarkan Keputusan
Presiden No. 181/1998.
Komnas Perempuan lahir dari
tuntutan masyarakat sipil, terutama kaum perempuan, kepada pemerintah untuk
mewujudkan tanggung jawab negara dalam menangapi dan menangani persoalan
kekerasan terhadap perempuan. Tuntutan tersebut berakar dari tragedi kekerasan seksual
yang dialami terutama perempuan etnis Tionghoa dalam kerusuhan Mei 1998 di
berbagai kota besar di Indonesia.
Untuk pengeluaran rutin,
Komnas Perempuan memperoleh dukunganan dari Sekretariat Negara. Selain itu
Komnas Perempuan juga menerima dukungan dari individu-individu dan berbagai
organisasi nasional dan internasional. Komnas Perempuan melakukan
pertanggungjawaban publik tentang program kerja maupun pendanaanya. Hal ini
dilakukan melalui laporan tertulis yang bisa diakses oleh publik maupun melalui
acara “Pertanggungjawaban Publik” di mana masyarakat umum dan konstituen Komnas
Perempuan dari lingkungan pemerintah dan masyarakat dapat bertatap muka dan
berdialog langsung.
Susunan organisasi Komnas
Perempuan terdiri dari komisi Paripurna dan Badan Pekerja. Anggota komisi
Paripurna berasal dari berbagai latar belakang pendidikan, profesi, agama dan
suku yang memiliki integritas, kemampuan, pengetahuan, wawasan kemanusiaan dan
kebangsaan serta tanggungjawab yang tinggi untuk mengupayakan tercapainya
tujuan Komnas Perempuan.
Daftar isi
·
2 Peran
|
Pada pertengahan bulan Mei 1998,
terjadi kerusuhan di Jakarta dan beberapa
kota lain. Di tengah penjarahan, pembakaran serta pembunuhan, perempuan etnik
Tionghoa dijadikan sasaran perkosaan dalam penyerangan massal pada komunitas
Tionghoa secara umum.
Tim Relawan
Untuk Kemanusiaan, sebuah organisasi masyarakat yang memberi bantuan
pada korban kerusuhan, mencatat adanya 152 perempuan yang menjadi korban
perkosaan, 20 diantaranya kemudian dibunuh. Tim Gabungan
Pencari Fakta, yang didirikan pada tahun yang sama oleh pemerintahan Habibie untuk melakukan investigasi
terhadap kerusuhan ini, menghasilkan verifikasi terhadap 76 kasus perkosaan dan
14 kasus pelecehan seksual.
Atas tuntutan para pejuang
hak perempuan akan pertanggungjawaban negara atas kejadian ini, tercapai
kesepakatan dengan Presiden RI untuk mendirikan sebuah komisi independen di
tingkat nasional yang bertugas menciptakan kondisi yang kondusif bagi penghapusan
segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan penegakan HAM perempuan di
Indonesia.
Komnas Perempuan memaknai
‘Kekerasan terhadap Perempuan’ sesuai dengan definisi pada deklarasi yang
dikeluarkan pada Konperensi HAM di Wina pada
tahun 1993 dan sudah merupakan hasil sebuah
konsensus internasional. Definisi ini mencakup kekerasan yang dialami perempuan
di dalam keluarga, dalam komunitas maupun kekerasan negara. Pada konferensi
internasional ini juga ditegaskan bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah
pelanggaran HAM, dan bahwa pemenuhan hak-hak perempuan adalah pemenuhan hak-hak
asasi manusia.
Fokus perhatian Komnas
Perempuan pada saat ini adalah perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga;
perempuan pekerja rumah tangga yang bekerja di dalam negeri maupun di luar
negeri sebagai buruh migran; perempuan korban kekerasan seksual yang
menjalankan proses peradilan; perempuan yang hidup di daerah konflik
bersenjata; dan, perempuan kepala keluarga yang hidup di tengah kemiskinan di
daerah pedesaan.
Pada saat ini, Komnas
Perempuan mempunyai 17 komisioner yang berasal dari latar belakang yang
beragam, baik dari segi agama dan suku, umur dan jenis kelamin, maupun dari
segi disiplin ilmu dan profesi. Mereka dipilih melalui proses nominasi oleh
para komisioner periode terdahulu yang kemudian diseleksi berdasarkan kriteria
yang telah disepakati bersama atas fasilitas dari sebuah tim independen.
Dalam menjalankan
mandatnya, Komnas Perempuan mengambil peran sebagai berikut :
1. menjadi pusat sumber
(informasi) tentang hak asasi perempuan sebagai hak asasi manusia dan kekerasan terhadap
perempuan sebagai pelanggaran HAM;
2. menjadi negosiator dan
mediator antara pemerintah dengan
komunitas korban dan komunitas pejuang hak asasi perempuan, dengan
menitikberatkan pada kepentingan korban;
3. menjadi inisiator perubahan
serta perumusan kebijakan, termasuk perangkat dan sistem hukum serta
sistem dan kapasitas penanganan/pelayanan bagi korban yang memberi
perlindungan, pemenuhan dan pemajuan hak-hak perempuan;
4. menjadi pemantau dan
pelapor tentang pelanggaran HAM berbasis jender secara berkala dengan bekerja
sama dengan institusi-institusi HAM lainnya;
5. menjadi fasilitator
pengembangan dan penguatan jaringan di tingkat lokal, nasional dan
internasional untuk kepentingan pencegahan, peningkatan kapasitas penanganan
dan penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.
1. kemanusiaan – bahwa setiap orang
wajib dihargai sebagai manusia utuh yang memiliki harkat dan martabat yang sama
tanpa kecuali;
2. kesetaraan dan keadilan
jender – bahwa relasi antara laki-laki dan perempuan pada hakekatnya adalah
setara dan segala tatanan sosial, termasuk sistem dan budaya organisasi, yang
sedang diupayakan terbangun seharusnyalah menjamin tidak terjadi diskriminasi
dan penindasan berdasarkan asumsi-asumsi tentang ketimpangan peran antara
laki-laki dan perempuan;
3. keberagaman – bahwa perbedaan
atas dasar suku, ras, agama, kepercayaan dan budaya merupakan suatu hal yang
perlu dihormati, bahkan dibanggakan, dan bahwa keberagaman yang
sebesar-besarnya merupakan kekuatan dari suatu komunitas atau organisasi jika
dikelola dengan baik;
4. solidaritas – bahwa kebersamaan
antara pihak-pihak yang mempunyai visi dan misi yang sama, termasuk antara
aktivis dan korban, antara tingkat lokal, nasional dan internasional, serta
antara organisasi dari latar belakang yang berbeda-beda, merupakan sesuatu yang
perlu senantiasa diciptakan, dipelihara dan dikembangkan karena tak ada satu
pun pihak dapat berhasil mencapai tujuan untuk menciptakan masyarakat yang adil
dan makmur secara sendiri-sendiri;
5. kemandirian – bahwa posisi yang
mandiri tercapai jika ada kebebasan dan kondisi yang kondusif lainnya bagi
lembaga untuk bertindak sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan penegakan
hak-hak asasi manusia bagi kaum perempuan tanpa tekanan dan kewajiban-kewajiban
yang dapat menjauhkan lembaga dari visi dan misinya;
6. akuntabilitas – bahwa transparansi
dan pertanggungjawaban kepada konstituensi dan masyarakat luas merupakan
kewajiban dari setiap institusi publik yang perlu dijalankan melalui
mekanisme-mekanisme yang jelas;
7. anti kekerasan dan anti
diskriminasi –
bahwa, dalam proses berorganisasi, bernegosiasi dan bekerja, tidak akan terjadi
tindakan-tindakan yang mengandung unsur kekerasan ataupun diskriminasi terhadap
pihak manapun.
Sejarah Kampanye 16 Hari
Anti Kekerasan Terhadap Perempuan
Kampanye 16 Hari Anti
Kekerasan terhadap Perempuan (16 Days of Activism Against Gender Violence)
merupakan kampanye internasional untuk mendorong upaya-upaya penghapusan
kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia. Sebagai institusi nasional hak
asasi manusia di Indonesia, Komnas Perempuan menjadi inisiator kegiatan ini di
Indonesia. Aktivitas ini sendiri pertama kali digagas oleh Women’s Global
Leadership Institute tahun 1991 yang disponsori oleh Center for Women’s Global
Leadership. Setiap tahunnya, kegiatan ini berlangsung dari tanggal 25 November
yang merupakan Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan
hingga tanggal 10 Desember yang merupakan Hari Hak Asasi Manusia (HAM)
Internasional. Dipilihnya rentang waktu tersebut adalah dalam rangka
menghubungkan secara simbolik antara kekerasan terhadap perempuan dan HAM,
serta menekankan bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu bentuk
pelanggaran HAM. Keterlibatan Komnas Perempuan dalam kampanye 16 Hari Anti
Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) telah dimulai sejak tahun 2003. Dalam
kampanye 16 HAKTP ini, Komnas Perempuan selain menjadi inisiator juga sebagai
fasilitator pelaksanaan kampanye di wilayah-wilayah yang menjadi mitra Komnas
Perempuan. Hal ini sejalan dengan prinsip kerja dan mandat Komnas Perempuan
yakni untuk bermitra dengan pihak masyarakat serta berperan memfasilitasi upaya
terkait pencegahan dan penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan.
Mengapa 16 Hari ?
Penghapusan kekerasan
terhadap perempuan membutuhkan kerja bersama dan sinergi dari berbagai komponen
masyarakat untuk bergerak secara serentak, baik aktivis HAM perempuan,
Pemerintah, maupun masyarakat secara umum. Dalam rentang 16 hari, para aktivis
HAM perempuan mempunyai waktu yang cukup guna membangun strategi
pengorganisiran agenda bersama yakni untuk:
·
menggalang gerakan solidaritas berdasarkan
kesadaran bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan pelanggaran HAM,
·
mendorong kegiatan bersama untuk menjamin
perlindungan yang lebih baik bagi para survivor (korban yang sudah mampu
melampaui pengalaman kekerasan),
·
mengajak semua orang untuk turut terlibat
aktif sesuai dengan kapasitasnya dalam upaya penghapusan segala bentuk
kekerasan terhadap perempuan.
Strategi yang diterapkan dalam kegiatan kampanye ini sangat beragam dari satu daerah ke daerah lain. Hal ini sangat dipengaruhi oleh temuan tim kampanye di masing-masing daerah atas kondisi ekonomi, sosial, dan budaya, serta situasi politik setempat. Apapun strategi kegiatan, yang pasti strategis ini diarahkan untuk:
·
meningkatkan pemahaman mengenai kekerasan
berbasis jender sebagai isu Hak Asasi Manusia di tingkat lokal, nasional,
regional dan internasional
·
memperkuat kerja-kerja di tingkat lokal dalam
menangani kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan
·
membangun kerjasama yang lebih solid untuk
mengupayakan penghapusan kekerasan terhadap perempuan di tingkat lokal dan
internasional
·
mengembangkan metode-metode yang efektif
dalam upaya peningkatan pemahaman publik sebagai strategi perlawanan dalam
gerakan penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan
·
menunjukkan solidaritas kelompok perempuan
sedunia dalam melakukan upaya penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap
perempuan
·
membangun gerakan anti kekerasan terhadap
perempuan untuk memperkuat tekanan terhadap pemerintah agar melaksanakan dan
mengupayakan penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.
Apa yang terjadi dalam rentang waktu 25 November – 10 Desember?
·
25 November : Hari Internasional untuk
Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan Tanggal ini dipilih sebagai
penghormatan atas meninggalnya Mirabal bersaudara (Patria, Minerva & Maria
Teresa) pada tanggal yang sama pada tahun 1960 akibat pembunuhan keji yang
dilakukan oleh kaki tangan pengusasa diktator Republik Dominika pada waktu itu,
yaitu Rafael Trujillo. Mirabal bersaudara merupakan aktivis politik yang tak
henti memperjuangkan demokrasi dan keadilan, serta menjadi simbol perlawanan
terhadap kediktatoran peguasa Republik Dominika pada waktu itu. Berkali-kali
mereka mendapat tekanan dan penganiayaan dari penguasa yang berakhir pada
pembunuhan keji tersebut. Tanggal ini sekaligus juga menandai ada dan diakuinya
kekerasan berbasis jender. Tanggal ini dideklarasikan pertama kalinya sebagai
Hari Internasional untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan pada tahun
1981 dalam Kongres Perempuan Amerika Latin yang pertama.
·
1 Desember : Hari AIDS Sedunia Hari AIDS
Sedunia pertama kali dicanangkan dalam konferensi internasional tingkat menteri
kesehatan seluruh dunia pada tahun 1988. Hari ini menandai dimulainya kampanye
tahunan dalam upaya menggalang dukungan publik serta mengembangkan suatu
program yang mencakup kegiatan pencegahan penyebaran HIV/AIDS, dan juga
pendidikan dan penyadaran akan isu-isu seputar permasalahan AIDS.
·
2 Desember : Hari Internasional untuk
Penghapusan Perbudakan Hari ini merupakan hari diadopsinya Konvensi PBB
mengenai Penindasan terhadap Orang-orang yang diperdagangkan dan eksploitasi
terhadap orang lain (UN Convention for the Suppression of the traffic in
persons and the Exploitation of other) dalam resolusi Majelis Umum PBB No
317(IV) pada tahun 1949. Konvensi ini merupakan salah satu tonggak perjalanan
dalam upaya memberikan perlindungan bagi korban, terutama bagi kelompok rentan
seperti perempuan dan anak-anak, atas kejahatan perdagangan manusia.
·
3 Desember : Hari Internasional bagi
Penyandang Cacat Hari ini merupakan peringatan lahirnya Program Aksi Sedunia
bagi Penyandang Cacat (the World Programme of Action concerning Disabled
Persons). Program aksi ini diadopsi oleh Majelis Umum PBB pada tahun 1982 untuk
meningkatkan pemahaman publik akan isu mengenai penyandang cacat dan juga
mambangkitkan kesadaran akan manfaat yang dapat diperoleh, baik oleh masyarakat
maupun penyandang cacat, dengan mengintegrasikan keberadaan mereka dalam segala
aspek kehidupan masyarakat.
·
5 Desember : Hari Internasional bagi
Sukarelawan Pada tahun 1985 PBB menetapkan tanggal 5 Desember sebagai Hari
Internasional bagi Sukarelawan. Pada hari ini, PBB mengajak
organisasi-organisasi dan negara-negara di dunia untuk menyelenggarakan
aktivitas bersama sebagai wujud rasa terima kasih dan sekaligus penghargaan
kepada orang-orang yang telah memberikan kontribusi amat berarti bagi
masyarakat dengan cara mengabdikan hidupnya sebagai sukarelawan.
·
6 Desember : Hari Tidak Ada Toleransi
bagi Kekerasan terhadap Perempuan Pada hari ini pada tahun 1989, terjadi
pembunuhan massal di Universitas Montreal Kanada yang menewaskan 14 mahasiswi
dan melukai 13 lainnya (13 diantaranya perempuan) dengan menggunakan senapan
semi otomatis kaliber 223. Pelaku melakukan tindakan tersebut karena percaya
bahwa kehadiran para mahasiswi itulah yang menyebabkan dirinya tidak diterima
di universitas tersebut. Sebelum pada akhirnya bunuh diri, lelaki ini
meninggalkan sepucuk surat yang berisikan kemarahan amat sangat pada para
feminis dan juga daftar 19 perempuan terkemuka yang sangat dibencinya.
·
10 Desember : Hari HAM Internasional
Hari HAM Internasional bagi organisasi-organisasi di dunia merupakan perayaan
akan ditetapkannya dokumen bersejarah, yaitu Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia (Universal Declaration of Human Rights) oleh PBB pada tahun 1948, dan
sekaligus merupakan momen untuk menyebarluaskan prinsip-prinsip HAM yang secara
detail terkandung di dalam deklarasi tersebut
[sunting]Pranala luar dan referensi
[sunting]Lihat pula
Artikel bertopik Indonesia ini adalah sebuah rintisan.
Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.
|
No comments:
Post a Comment