BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada
awalnya OKI berdiri karena konflik Israel-Palestina dan menurutDK PBB yang dapat menyelesaikannya adalah OKI yang mana diberikan peluang untuk
melaksanakan intervensi kemanusiaan. Dalam
hal ini, OKI berupaya membuat
koalisi kemanusiaan internasional yang terdiri atas negara-negara yang memiliki
kemampuan militer untuk melakukan interveasi kemanusiaan.
Saat
ini OKI beranggotakan 57 negara dan 37 peninjau, yang terdiri dari komunitas
Muslim dan Organisasi Internasional. Anggota-anggota OKI terdiri dari
Negara-negara berdaulat, bukannya para pemuka Islam (seperti halnya dengan Rabitah
Alam Islami). Tujuan pendirian OKI adalah memajukan perdamaian dan
keamanan dunia muslim secara garis besar. Sedangkan secara khusus, OKI
bertujuan pula untuk memperkokoh solidaritas Islam diantara negara anggotanya,
memperkuat kerjasama dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan iptek.
Belakangan
ini situasi yang suram sedang terjadi di sejumlah negara-negara Muslim. Salah
satunya yaitu dimana Suriah dalam pergolakan pemberontakan terhadap pemerintah
Presiden Bashar Al-Assad, yang berupaya meredam pemberontakan dengan kekerasan
yang telah mendorong ribuan warga sipil dari rumah mereka, sehingga banyak dari
mereka mengungsi ke negara tetangga Suriah.
Pemberontakan
Suriah 2011-2012 adalah sebuah konflik kekerasan internal yang sedang
berlangsung di Suriah.
Ini adalah bagian dari Musim
Semi Arab yang lebih luas, gelombang pergolakan di seluruh Dunia Arab.
Demonstrasi publik dimulai pada tanggal 26 Januari 2011, dan berkembang menjadi
pemberontakan nasional. Para pengunjuk rasa menuntut pengunduran diri Presiden
Bashar al-Assad, penggulingan pemerintahannya, dan mengakhiri hampir lima
dekade pemerintahan Partai Ba'ath. Pemerintah Suriah mengerahkan Tentaranya
untuk memadamkan pemberontakan tersebut, dan beberapa kota yang terkepung.
Menurut saksi, tentara yang menolak untuk menembaki warga sipil dieksekusi oleh
tentara Suriah. Pemerintah Suriah membantah laporan pembelotan, dan menyalahkan
"gerombolan bersenjata" untuk menyebabkan masalah pada akhir 2011, warga sipil dan
tentara pembelot membentuk unit pertempuran yang memulai kampanye pemberontakan
melawan Tentara Suriah.[1] Oleh
karena itu OKI diharapkan mampu menetapkan agenda dan langkah
konkret untuk mendorong penyelesaian berbagai permasalahan yang dihadapi umat
saat ini.
1.2. Rumusan Masalah
1) Apa
itu Organisasi Konferensi Islam (OKI)?
2) Bagaimana
peran Organisasi Konferensi Islam dalam dunia Hubungan Internasional?
3) Bagaimana
tindakan Organisasi Konferensi Islam dalam mengatasi masalah yang terjadi di
Suriah?
1.3. Kerangka Teori
Dalam
menganalisa langkah yang di ambil OKI dalam menangani masalah konflik yang
terjadi di Suriah, kami akan menggunakan pendekatan rezim. Dimana dengan
pendekatan rezim memungkinkan kita untuk menganalisis proses
dan dinamika perkembangan organisasi dan bagaimana organisasi internasional
yang efektif mempengaruhi negara. Analisis pusatnya adalah bagaimana para
anggota memenuhi kepatuhan dan ketaatan yang diperlukan untuk mempertahankan
norma, aturan, dan prinsip-prinsip organisasi. Objek keprihatinan analisis pada
apa dampak proses pengambilan keputusan kepada anggota negara. Ini juga
termasuk faktor dan variabel sampai sejauh mana keputusan tersebut mempengaruhi
perubahan kebijakan di dalam rezim itu sendiri. Untuk mempelajari lembaga –
lembaga politik di sini dapat digunakan sebuah analogi yakni pendekatan “kotak
hitam (black box)” yang melihat lembaga – lembaga politik seolah – olah sebuah
kotak hitam sebuah pesawat yang mana kita bisa melihat apa yang terjadi di luar
kotak tersebut namun tidak untuk mengetahui apa yang terjadi di dalam kotak
hitam itu sendiri.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. Organisasi
Konferensi Islam (OKI)
Organisasi Konferensi
Islam (OKI) merupakan organisasi internasional non militer yang didirikan di
Rabat,Maroko pada tanggal 25 September 1969. Dipicu oleh peristiwa pembakaran
Mesjid Al Aqsha yang terletak di kota Al Quds (Jerusalem) pada tanggal 21
Agustus 1969 telah menimbulkan reaksi keras dunia, terutama dari kalangan umat
Islam. Saat itu dirasakan adanya kebutuhan yang mendesak untuk mengorganisir
dan menggalang kekuatan dunia Islam serta mematangkan sikap dalam rangka
mengusahakan pembebasan Al Quds.
Atas
prakarsa Raja Faisal dari Arab Saudi dan Raja Hassan II dari Maroko, dengan
Panitia Persiapan yang terdiri dari Iran, Malaysia, Niger, Pakistan, Somalia,
Arab Saudi dan Maroko, terselenggara Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) Islam yang
pertama pada tanggal 22-25 September 1969 di Rabat, Maroko. Konferensi ini
merupakan titik awal bagi pembentukan Organisasi Konferensi Islam (OKI).
I. Latar Belakang
Didirikannya OKI
Secara umum latar
belakang terbentuknya OKI sebagai berikut :
1. Tahun
1964 : Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Arab di Mogadishu timbul suatu
ide untuk menghimpun kekuatan Islam dalam suatu wadah internasional.
2. Tahun
1965 : Diselenggarakan Sidang Liga Arab sedunia di Jeddah Saudi Arabia
yang mencetuskan ide untuk menjadikan umat Islam sebagai suatu kekuatan yang
menonjol dan untuk menggalang solidaritas Islamiyah dalam usaha melindungi umat
Islam dari zionisme khususnya.
3. Tahun
1967 : Pecah Perang Timur Tengah melawan Israel. Oleh karenanya
solidaritas Islam di negara-negara Timur Tengah meningkat.
4. Tahun
1968 : Raja Faisal dari Saudi Arabia mengadakan kunjungan ke beberapa
negara Islam dalam rangka penjajagan lebih lanjut untuk membentuk suatu
Organisasi Islam Internasional.
5. Tahun
1969 : Tanggal 21 Agustus 1969 Israel merusak Mesjid Al Agsha. Peristiwa
tersebut menyebabkan memuncaknya kemarahan umat Islam terhadap Zionis Israel.
Seperti telah disebutkan
diatas, Tanggal 22-25 September 1969 diselenggarakan Konferensi Tingkat Tinggi
(KTT) negara-negara Islam di Rabat, Maroko untuk membicarakan pembebasan kota
Jerusalem dan Mesjid Al Aqsa dari cengkeraman Israel. Dari KTT inilah OKI
berdiri.
II. Tujuan Didirikannya
OKI
Secara umum tujuan
didirikannya organisasi tersebut adalah untuk mengumpulkan bersama sumber daya
dunia Islam dalam mempromosikan kepentingan mereka dan mengkonsolidasikan
segenap upaya negara tersebut untuk berbicara dalam satu bahasa yang sama guna
memajukan perdamaian dan keamanan dunia muslim. Secara khusus, OKI bertujuan
pula untuk memperkokoh solidaritas Islam diantara negara anggotanya, memperkuat
kerjasama dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan iptek.
Pada Konferensi Tingkat
Menteri (KTM) III OKI bulan February 1972, telah diadopsi piagam organisasi
yang berisi tujuan OKI secara lebih lengkap, yaitu :
A.
Memperkuat/memperkokoh :
1. Solidaritas
diantara negara anggota;
2. Kerjasama
dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan iptek.
3. Perjuangan
umat muslim untuk melindungi kehormatan kemerdekaan dan hak- haknya.
B. Aksi bersama untuk :
1. Melindungi
tempat-tempat suci umat Islam;
2. Memberi
semangat dan dukungan kepada rakyat Palestina dalam memperjuangkan haknya dan
kebebasan mendiami daerahnya.
C. Bekerjasama untuk :
1. menentang
diskriminasi rasial dan segala bentuk penjajahan;
2. menciptakan
suasana yang menguntungkan dan saling pengertian diantara negara anggota dan
negara-negara lain.
III. Prinsip OKI
Untuk mencapai tujuan
diatas, negara-negara anggota menetapkan 5 prinsip, yaitu:
1. Persamaan
mutlak antara negara-negara anggota
2. Menghormati
hak menentukan nasib sendiri, tidak campur tangan atas urusan dalam negeri
negara lain.
3. Menghormati
kemerdekaan, kedaulatan dan integritas wilayah setiap negara.
4. Penyelesaian
setiap sengketa yang mungkin timbul melalui cara-cara damai seperti
perundingan, mediasi, rekonsiliasi atau arbitrasi.
5. Abstein
dari ancaman atau penggunaan kekerasan terhadap integritas wilayah, kesatuan
nasional atau kemerdekaan politik sesuatu negara.
IV. Keanggotaan OKI
1. Afganistan
2. Aljazair
3. Chad
4. Mesir
5. Guinea
6. Indonesia
7. Iran
8. Yordania
9. Kuwait
10. Lebanon
11. Libya
12. Malaysia
13. Mali
14. Mauritania
15. Maroko
16. Niger
17. Pakistan
18. Palestina
19. Arab Saudi
20. Yaman
21. Senegal
22. Sudan
23. Somalia
24. Tunisia
25. Turki
26. Bahrain
27. Oman
28. Qatar
29. Suriah
30. Uni Emirat Arab
31. Sierra Leone
32. Bangladesh
33. Gabon
34. Gambia
35. Guinea-Bissau
36. Uganda
37. Burkina Faso
38. Kamerun
39. Komoro
40. Irak
41. Maladewa
42. Djibouti
43. Benin
44. Brunei
45. Nigeria
46. Albania
47. Azerbaijan
48. Kirgizstan
49. Tajikistan
50. Turkmenistan
51. Mozambik
52. Kazakhstan
53. Uzbekistan
54. Suriname
55. Togo
56. Guyana
57. Pantai Gading
V. Peranan OKI
Melihat
latar belakang terbentuknya OKI, terdapat kesan bahwa organisasi ini bersifat
dan bersikap lebih melayani kepentingan Arab dan Timur Tengah. Kesan tersebut
tidak dapat dipungkiri sepenuhnya, karena :
1. Salah
satu persoalan dan kemelut dunia yang menjadi perhatian masyarakat
internasional terjadi dikawasan Arab dan Timur Tengah.
Dalam
OKI persoalan Timur Tengah dan Palestina terlihat lebih menonjol karena terkait
di dalamnya pembicaraan dan desakan yang bernafaskan kepentingan agama dan umat
Islam seluruh dunia. Perlu diingat bahwa hampir separuh dari negara anggota OKI
adalah negara-negara Arab.[2]
VI. Pedoman OKI dalam
Mengambil Kebijakan
1. Persamaan
penuh antara sesama anggota OKI
2. Penghormatan
terhadap kebijaksanaan dalam negeri dan tidak melakukan intervensi dalam negeri
anggota OKI
3. Penghormatan
atas kedaulatan, kemerdekaan, dan pemerintahan negara anggota OKI
4. penyelesaian
konflik internal anggota OKI ditempuh secara damai melalui perundingan,
penengahan, teguran, dan arbitrasi
5. Larangan
sesama anggota OKI menggunakan kekuatan militer atau intimidasi militer yang
dapat memecah belah persatuan, kedaulatan tanah air, dan kebebasan
politiknya
VII. Struktural Lembaga
OKI
Di dalam struktural OKI terdapat lima lembaga,
antara lain:
a. Lembaga
Asasi
1. Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) yang dihadiri
oleh pemimpin/kepala pemerintahan setiap anggota OKI. Lembaga ini menempati
kedudukan tertinggi dalam struktural organisasi. Bertugas menentukan strategi
khusus yang terkait masalah politik maupun keberlangungan organisasi. KTT
diadakan setiap tiga tahun sekali. Hingga kini terhitung sepuluh KTT yang sudah
dilaksanakan.
2. Konferensi Menlu Anggota OKI yang
diselenggarakan tiap satu tahun sekali. Konferensi yang dilaksanakan November
2006 kemarin di New York, AS. merupakan pertemuan ke-28 sejak OKI didirikan.
Bertugas merumuskan kebijakan tahunan OKI yang berkaitan dengan perkembangan
terkini setiap anggota, sekaligus melakukan evaluasi umum terhadap pelaksanaan
program pada tahun sebelumnya.
3. Sekretariat Jenderal/Umum. Lembaga ini menempati
kedudukan ketiga tertinggi dalam struktural organisasi, sebab perannya sebagai
lembaga pelaksana. Berperan membantu realisasi program kerja lembaga khusus
maupun afiliasi. Adapun posisi Sekretaris Jendral (Sekjen) OKI sekarang dijabat
oleh Akmeledin Ahsanoglu dari Turki dengan masa tugas selama empat tahun.
4. Mahkamah Pengadilan Islam Internasional. Lembaga
kehakiman ini dibentuk pada KTT OKI ketiga, beranggotakan tujuh perwakilan dari
negara anggota yang dipilih pada Konferensi Menlu OKI. Bertugas meluruskan
kekeliruan persepsi anggota OKI secara umum maupun khusus, serta mengeluarkan
fatwa terkait permasalahan hukum setelah mendapat persetujuan dari KTT dan
Konferensi Menlu.
b. Komisi
Umum
1. Komisi Al Quds. Dibentuk dalam Konferensi Menlu
OKI keenam di Jedah, 1975. Pada konferensi kesepuluh, Kesultanan Maroko
ditetapkan sebagai kepala komisi. Komisi Al Quds beranggotakan 16 negara:
Maroko, Indonesia, Yordania, Suria, Lebanon, Mesir, Pakistan, Nigeria, Arab
Saudi, Irak, Palestina, Mauritania, Banglades, Iran, Senegal, dan Genea.
Bertugas memantau kondisi Al Quds, mengawasi berbagai kesepakatan terkait
masalah Al Quds dalam konferensi OKI atau kesepakatan dengan negara di luar
OKI, menjalin kerja sama dengan badan internasional yang berkomitmen menjaga Al
Quds, dan mengajukan usulan kepada anggota OKI atau lembaga terkait menyikapi
perkembangan Al Quds terkini.
2. Komisi Permanen Pers dan Kebudayaan. Dibentuk
dalam KTT OKI ketiga di Mekah, Arab Saudi Januari 1981. Tahun 1999 telah
diadakan lima kali pertemuan. Komisi ini diketuai Senegal dan bermarkas di
Dakkar, Senegal. Bertugas menyiarkan informasi akurat terkait problematika
dunia Islam, lebih spesifik lagi masalah Palestina dan Al Quds dalam rangka
mem-back up informasi subyektif yang mendiskreditkan Islam dan kaum
Muslimin.
3. Komisi Permanen Bidang Ekonomi dan Perdagangan.
Dibentuk pada KTT ketiga di Mekah, 1981. Komisi ini dikepalai oleh Turki dan
bermarkas di Ankara, Turki. Bertugas melaksanakan keputusan KTT maupun
Konferensi Menlu yang menyangkut ekonomi dan perdagangan. Menindaklanjuti upaya
pengucuran dana bantuan kepada anggota OKI demi mewujudkan kesejahteraan umum.
4. Komisi Permanen Bidang Iptek. Dibentuk pada KTT
OKI ketiga di Mekah, 1981. bertugas melaksanakan kesepakatan bersama terkait
masalah Iptek, sekaligus membahas sarana efektif untuk saling membantu antara
anggota OKI dalam rangka memajukan bidang ini. Komisi Iptek dikepalai Pakistan
dan bermarkas di Islamad, Pakistan.
5. Komisi Islam yang Menangani Bidang Ekonomi,
Sosial, dan Budaya. Dibentuk pada Konferensi Menlu OKI di Istanbul, Turki 1976.
Berfungsi sebagai lembaga sentral bagi lembaga-lembaga cabang dalam tubuh OKI.
Bisa mengajukan usulan kepada KTT maupun Konferensi Menlu terkait masalah
ekonomi, sosial-budaya, serta melaksanakan rekomendasi dalam KTT dan Konferensi
Menlu OKI.
c. Lembaga
Cabang yang Berbentuk Yayasan
1. Pusat
riset statistik, ekonomi, sosial, dan training yang bermarkas
di Trebles
2. Pusat
riset sejarah, seni, dan budaya Islam yang bermarkas di Istanbul
3. Markas
Islam Menangani bakat, keahlian, dan riset yang bermarkas di Daka
4. Markas
Islam untuk pengembangan perdagangan yang bermarkas di Mekah
5. Lembaga
fikih Islam yang bermarkas di Jedah
6. Komite
Internasional Pemeliharaan Warisan Budaya Islam bermarkas di Istanbul
7. Dewan
permanen kas solidaritas Dunia Islam
8. Universitas
Islam di Nigeria
9. Universitas
Islam di Uganda
d. Yayasan Khusus
1. Organisasi
Islam bidang pendidikan, ilmu dan budaya di Fas, Islamabad
2. Organisasi
radio internasional Islam di Jedah
3. Kantor berita
Islam Internasional di Jedah
4. Bank
Pembangunan Islam di Jedah
e. Yayasan yang
Beafiliasi dengan OKI
1. Kamar
Dagang dan Industri Islam bermarkas di Karachi
2. Organisasi
Islam Bidang Ibukota negara dan kota bermarkas di Mekah
3. Asosiasi
Islam Riyadh Bidang Kompetisi bermarkas di Riyadh
4. Komite
Islam Bidang Bulan Sabit Internasional bermarkas di Ban ghazi, Maroko
5. Persatuan
Islam untuk Kepemilikan Kapal bermarkas di Mekah
6. Persatuan
Keguruan Sekolah Arab dan Islam Internasional bermarkas di Jedah
7. Persatuan
Bank Islam Internasional bermarkas di Kairo.[3]
2.2. Peran
OKI dalam Dunia Hubungan Internasional
OKI
Sebagai organisasi internasional yang awalnya lebih banyak menekankan pada
masalah politik, terutama masalah Palestina, dalam perkembangannya OKI menjelma
sebagai suatu organisasi internasional yang menjadi wadah kerjasama di berbagai
bidang seperti sosial dan budaya. Peranan OKI dalam pengembangan sosial –
budaya ini OKI telah membentuk banyak Badan-Badan Subsider seperti misalnya
yang menangani masalah pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, hukum,
kebudayaan, yang tugasnya hampir menyerupai badan-badan khusus PBB. Diantara
badan-badan subsider ini antara lain adalah: Komisi Internasional Peninggalan
Kebudayaan Islam yang menangani masalah-masalah yang menyangkut pemeliharaan
hasil-hasil budaya Islam yang ada di negara-negara Islam; Akademi Fikih Islam
yang bertujuan mempelajari masalah-masalah yang menyangkut kehidupan
"ijtihad" yang berasal dari tradisi Islam; Komisi Hukum Islam
Internasional guna menyumbangkan kemajuan prinsip-prinsip Hukum Islam beserta
kodifikasinya.
Sebaiknya
OKI sebagai forum sosial dan budaya berdasarkan pada Konferensi Tingkat Menteri
(KTM) III OKI bulan February 1972, yang mengadopsi piagam organisasi yang
berisi tujuan OKI secara lebih lengkap diantaranya memberi semangat dan
dukungan kepada rakyat Palestina dalam memperjuangkan haknya dan kebebasan
mendiami daerahnya. Kemudian, membantu perjuangan pembentukan negara Palestina
yang merdeka dan berdaulat.
Di
KTT Luar Biasa OKI ke-3 di Mekkah, Arab Saudi pada 7-8 Desember 2005 telah
mengakomodir keinginan tersebut dan dituangkan dalam bentuk Macca Declaration
dan OIC-years Program of Actions meliputi restrukturisasi dan reformasi OKI,
termasuk perumusan Statuta OKI baru yang diharapkan dapat dilaksanakan sebelum
tahun 2015. OIC 10-years Program of Actions ini adalah perubahan awal OKI yang
tidak hanya memfokuskan masalah politik tetapi juga ekonomi perdagangan. OIC
10-years Program of Actions mencakup isu-isu politik dan intelektual, sosial,
isu-isu pembangunan, ekonomi dan ilmu pengetahuan yang diharapkan dapat
menjawab kesenjangan kesejahteraan umat. Dari OIC 10-years Program of Actions semua
yang harus dilakukan OKI diharapkan dapat berlangsung dan tercapai sesuai pada
batas waktunya.
Kemudian
adanya KTT OKI ke-14, 13-14 Maret 2008, Presiden RI menyampaikan dalam
pidatonya, diantaranya potensi kapasitas negara-negara anggota OKI dapat
diberdayakan dalam memainkan perannya dalam upaya memelihara perdamaian dan
keamanan global, pemberantasan kemiskinan dan percepatan pembangunan, hal ini
merupakan salah satu yang harus dilakukan OKI dalam perannya sebagai forum
budaya-sosial.
Selain
itu, OKI diharapkan dapat meredam Islamphobia, saat ini pandangan Dunia Islam
tertuju kepada gerakan Islamphobia dan maraknya aksi penistaan terhadap
kesucian agama Islam di Barat. Barat melalui kekuatan medianya mengesankan
adanya kesamaan antara Islam dengan terorisme. Padahal, Islam menolak terorisme
dan bahkan mengajarkan prinsip kasih sayang antara manusia. eran media yang
sedemikian kuat dalam memburukkan wajah Islam ini yang disinggung dalam sidang
para Menteri OKI. Para menteri LN OKI telah menyelesaikan sidangnya di Dushanbe
Tajikistan dan telah menyusun sebuah deklarasi yang semestinya. Namun tidak
seperti yang diharapkan dari OKI, yang diinginkan yaitu tindakan nyata dan
implementasi isi deklarasi itu untuk membantu mengatasi problematika beragam
umat Islam. OKI yang termasuk organisasi internasional sebaiknya tidak bersikap
pasif dan sangat diharapkan muncul sebagai pemain yang berperan besar dalam
hubungan global sebagai tindakan yang harus dilakukan oleh OKI demi dunia
Islam.[4]
2.2. Peran OKI dalam menangani
kasus Suriah
Pemberontakan Suriah 2011-2012 adalah
sebuah konflik kekerasan internal yang sedang berlangsung di Suriah. Ini adalah
bagian dari Musim Semi Arab yang lebih luas, gelombang
pergolakan di seluruh Dunia Arab. Demonstrasi publik dimulai pada tanggal 26
Januari 2011, dan berkembang menjadi pemberontakan nasional. Para pengunjuk
rasa menuntut pengunduran diri Presiden Bashar al-Assad, penggulingan
pemerintahannya, dan mengakhiri hampir lima dekade pemerintahan Partai Ba'ath.
Pemerintah Suriah mengerahkan Tentaranya untuk memadamkan pemberontakan
tersebut, dan beberapa kota yang terkepung. Menurut saksi, tentara yang menolak
untuk menembaki warga sipil dieksekusi oleh tentara Suriah. Pemerintah Suriah
membantah laporan pembelotan, dan menyalahkan "gerombolan bersenjata"
untuk menyebabkan masalah pada akhir 2011, warga sipil dan
tentara pembelot membentuk unit pertempuran yang memulai kampanye pemberontakan
melawan Tentara Suriah.
Para
pemberontak bersatu di bawah bendera Tentara Pembebasan Suriah dan berjuang
dengan cara yang semakin terorganisir, namun komponen sipil dari oposisi
bersenjata tidak memiliki kepemimpinan yang terorganisir. Pemberontakan
memiliki nada sektarian, meskipun tidak faksi dalam konflik tersebut telah
dijelaskan sektarianismelah yang memainkan peran utama. Pihak oposisi
didominasi oleh Muslim Sunni, sedangkan angka pemerintah terkemuka adalah Alawit Muslim Syiah.
Assad dilaporkan didukung oleh Alawi yang didominasi orang Kristen di negara
ini.[5]
Langkah
OKI dalam mengatasi kasus Suriah
Upaya
dunia untuk mencari akhir dari krisis Suriah belum usai mengingat korban jiwa
yang terus berjatuhan akibat kekerasan mematikan ini. Organisasi Konferensi
Islam (OKI) pun mengambil inisiatif untuk turut serta menjadi bagian dari upaya
mencari solusi demi mengakhiri krisis Suriah. Sebagai langkah konkret OKI akan
pada awalnya berencana menggelar Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) khusus untuk
membahas krisis Suriah. KTT OKI yang akan berlangsung di Mekkah, Arab Saudi ini
mengusung sejumlah agenda, di antaranya mencari solusi mengenai Suriah..
Hingga
saat ini kekerasan mematikan terus terjadi di Suriah. Laporan terakhir
menyebutkan pertempuran antara pihak oposisi dan pasukan pemerintah masih
terjadi di Kota Aleppo yang merupakan kota kedua terbesar setelah Damaskus.
Pemerintah Suriah mengklaim pihaknya berhasil merebut Aleppo dari oposisi.
Namun hal ini langsung dibantah oposisi yang mengatakan, pihaknya masih terus
bertahan di Aleppo. Sementara itu dalam pernyataan tertulisnya Presiden Suriah Bashar
al-Assad menegaskan pertempuran adalah jalan menentukan nasib bagi Suriah.[6]
KTT
Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) akhirnya dilaksanakan di Jeddah, Arab Saudi.
Sekjen OKI Ekmeleddin Ihsanoglu menyebut krisis Suriah kini telah membawa
negara itu ke dalam kegelapan. Dalam sambutannya, Ihsanoglu menyinggung rezim
Suriah pimpinan Bashar al-Assad yang disebutnya telah mengabaikan tuntutan
rakyat. Pertemuan yang didasari oleh inisiatif Raja Abdullah ini ditujukan
untuk membahas berbagai persoalan dan kekisruhan yang melanda seluruh Negara
Muslim. Hal ini pun mendapat sambutan baik dari seluruh Negara-negara anggota
OKI.
Sekjen
OKI Ekmeleddin Ihsanoglu menyebut inisiatif pertemuan yang digagas Raja
Abdullah pertanda sebuah keoptimisan. Sekira lebih dari 50 Menteri Luar Negeri
menghadiri pertemuan tersebut atas undangan dari Raja Abdullah.
"Inisiatif ini berasal dari keprihatinan Raja Abdullah terhadap kepentingan umat Islam untuk mengakhiri perpecahan dan, mempromosikan perdamaian serta menjauhkan pemicu dendam dan konflik," ujar Ihsanoglu.
"Inisiatif ini berasal dari keprihatinan Raja Abdullah terhadap kepentingan umat Islam untuk mengakhiri perpecahan dan, mempromosikan perdamaian serta menjauhkan pemicu dendam dan konflik," ujar Ihsanoglu.
"Semua
orang di Suriah harus tahu bahwa kebijakan pembumihangusan tidak akan pernah
memberikan jaminan keamanan dan ataupun stabilitas. Namun tindakan itu lebih
menimbulkan keretakan yang membutuhkan waktu yang sangat lama untuk
disembuhkan," tutur Ihsanoglu.[7]
Menteri
Luar Negeri dari negara-negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI), mulai
mempertimbangkan untuk menangguhkan keanggotaan Suriah. Meski demikian,
penangguhan itu harus didukung minimal oleh dua pertiga dari 57 negara anggota
OKI. Sejumlah diplomat dari negara anggota OKI, menyusun proposal penangguhan
keanggotaan Suriah dalam pertemuan tambahan yang digelar pada hari ini dan
besok. Namun, proposal itu tetap harus didiskusikan oleh mayoritas negara
anggota OKI.
Namun
pihak Iran menolak proposal tersebut yang diutarakan langsung oleh Menteri Luar
Negeri Iran Ali Akbar Salehi. Iran menganggap penangguhan tidak
menunjukkan adanya kemajuan OKI. Penangguhan ini dianggap oleh Iran sama
artinya dengan menghapus isu Suriah. Iran juga mendesak seluruh negara anggota
OKI agar menyatukan pendapat guna membahas stabilitas dan keamanan di wilayah
Timur Tengah. Bersamaan dengan itu, Arab Saudi justru menyuarakan dukungannya
terhadap oposisi Suriah yang berperang untuk menggulingkan kekuasaan Presiden
Bashar al Assad.[8]
Dan
pada akhirnya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Organisasi Kerja Sama Islam (OKI)
ke-4 di Mekah, Arab Saudi, secara resmi membekukan keanggotaan
Suriah di OKI. KTT ini sebelumnya digelar untuk merespons beberapa isu utama
yang dihadapi umat Islam saat ini, seperti di Suriah, Palestina dan etnis
Rohingya di Myanmar.
KTT
Luar Biasa OKI yang digelar 14 hingga 15 Agustus 2012 itu menghasilkan
komunike bersama dan resolusi OKI mengenai Suriah, Palestina, Muslim
Rohingya di Myanmar, dan Situasi di Mali. Terkait masalah Suriah, KTT
memutuskan untuk membekukan keanggotaan Suriah pada OKI.
Sejalan
dengan yang di tekankan Indonesia pada KTT, para Kepala Negara/Pemerintahan
juga meminta Dewan Keamanan PBB untuk mengambil tindakan agar dapat segera
menghentikan kekerasan dan tumpahan darah yang sedang berlanjut di Suriah.[9]
BAB 3
KESIMPULAN
Organisasi Konferensi
Islam (OKI) merupakan organisasi internasional non militer yang beranggotakan
57 negara dan 37 peninjau, yang terdiri dari komunitas Muslim dan organisasi
Internasional. Secara umum tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah
untuk mengumpulkan bersama sumber daya dunia Islam dalam mempromosikan
kepentingan mereka dan mengkonsolidasikan segenap upaya negara tersebut untuk
berbicara dalam satu bahasa yang sama guna memajukan perdamaian dan keamanan
dunia muslim. Secara khusus, OKI bertujuan pula untuk memperkokoh solidaritas
Islam diantara negara anggotanya, memperkuat kerjasama dalam bidang politik,
ekonomi, sosial, budaya dan iptek.
Saat
ini OKI sedang diuji dalam memainkan perannya dalam upaya memelihara perdamaian
dan keamanan global. Situasi yang suram sedang terjadi di sejumlah negara
Muslim salah satunya yaitu konflik kekerasan internal yang sedang
berlangsung di Suriah.
OKI telah melakukan beberapa kali Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) khusus untuk
membahas konflik yang terjadi di Suriah, dan pada KTT Luar Biasa OKI ke-4 yang
digelar 14 hingga 15 Agustus 2012 menghasilkan komunike bersama dan
resolusi OKI mengenai Suriah dimana KTT memutuskan untuk membekukan keanggotaan
Suriah pada OKI. Selain itu para Kepala Negara/Pemerintahan juga meminta Dewan
Keamanan PBB untuk mengambil tindakan agar dapat segera menghentikan kekerasan
dan tumpahan darah yang sedang berlanjut di Suriah.
[8]http://international.okezone.com/read/2012/08/14/412/677484/sejumlah-negara-oki-ingin-tangguhkan-keanggotaan-suriah
[9] http://international.okezone.com/read/2012/08/15/412/677818/oki-resmi-bekukan-keanggotaan-suriah
No comments:
Post a Comment